[Behind the Scene] Move on! Move up! Project

Alhamdulillah, tulisan tentang 'MOVE ON! MOVE UP! Apa Bedanya?' udah publish. Big thanks yeah to some articles that support my argues about 'move on' and 'move up'. And surely, I wont forget the memories behind the story I've read.

Buat aku menulis 'MOVE ON! MOVE UP! Apa Bedanya?' bukan pekerjaan mudah. Soalnya mesti mengerti benar filsafat dari kedua kata tersebut. Maka dari itu aku menghindari asal-asalan dalam pengerjaannya. Butuh baca beberapa tulisan yang ada kaitannya sama keywords 'move', 'on', and 'up'.

And finally, I choose 3 blogs that posted what i need as my reference. Tiga artikel tadi dipilih bukan tanpa alasan. Selain infonya educated, bahasa yang jelas dan simple, gambar yang eyecatching, ceritanya pun bikin saya makjleb!

Iya. Makjleb! *bahasa jawa* (re: menusuk). Jadi nih, sewaktu aku coba buat baca-baca 3 artikel pilihan tadi, ada satu yang membuat aku betah berlama-lama di halaman blognya. Tulisannya bukan sulit dipahami, bukan juga tanpa kreasi kata. Justru tulisan yang dimulai dari kisah hidupnya itu berasa menampar aku. Si penulis seakan menyeretku untuk ambil bagian menjadi tokoh si 'aku' yang diceritakan itu.

Ada sebersit luka yang tercipta lewat kata 'Bengkulu'. Sebuah daerah yang sewaktu disinggung namanya membuat si penulis kembali mengingat kenangan dulu. Yang kalau aku gak salah menyimpulkan nih, 'Bengkulu' beserta seseorang yang tidak disebutkan namanya (unknown) itu menjadi alasan mengapa si penulis berusaha move up!

Walaupun aku gampang terbawa alur suasana, tidak mudah ternyata menamatkan cerita hanya dalam sekejap. Aku sempat dibuat terbata, menganga, tak percaya dengan kisah hidupnya yang mirip dengan kisahku. Sebab itu, mudah bagiku meresapi rasa yang pernah ada di antara 'mereka'. Miris memang. Sampai-sampai beberapa kali aku bergumam penuh selidik: " Eh kok sama?", " Kok bisa ya?", " Apa semua orangnya begitu?"

Sayangnya, aku tak menyangka, semakin aku berusaha menyelesaikan ceritanya, semakin menggugah kembali ingatanku tentang 'kamu'. Maka, aku putuskan untuk tidak mengira-ira lebih jauh lagi. Aku tak mau kembali membuka luka lama hanya karna kisah aku dan si penulis yang sama.

Kini, aku hanya bisa berharap, meski masa lalu sama-sama tinggal menyisakan 'kami' sebagai sepotong jiwa yang bertahan, semoga kelak kisahnya akan berakhir sempurna. Aamiin.

Wassalam ...